Sungguh riuh rendah apabila kita mencermati perkembangan sepakbola tanah air beberapa bulan terakhir. Setelah gonjang-ganjing lahirnya kompetisi tandingan ISL- Liga Primer Indonesia (LPI), kini masyarakat sepakbola kembali diributkan dengan kisruh pencalonan Ketum PSSI. Calon incumbent kembali lolos seleksi tim verifikasi PSSI menyisihkan dua pesaing baru, dan melenggang untuk maju dalam bursa calon Ketum untuk periode mendatang. Sontak publik terhenyak, protes bermunculan dari berbagai kalangan sepakbola-mulai suporter sampai dengan pengamat sepakbola.
Pemerintahpun tidak tinggal diam, reaksi keras terhadap hasil verikfikasi calon Ketum PSSI dikumandangkan oleh otoritas tertinggi olah raga nasional (KONI) dan Menpora. Permintaan untuk melakukan klarifikasi terhadap hasil seleksi calon Ketum PSSI diajukan secara langsung melalui Menpora. Lebih ekstrim lagi, ada yang menggagas untuk membentuk PSSI tandingan. Berbagai macam slogan kemudian muncul akibat kisruh ini, Reformasi PSSI, Revolusi PSSI, Boikot PSSI, sampai dengan bekukan PSSI.
Menegpora, Andi Malarangen pun menghimbau demo PSSI
Respon publik atas apa yang terjadi dalam tubuh PSSI, tentunya bukanlah tindakan tanpa sebab dan musabab. Apa yang terjadi sekarang ini adalah akumulasi kekecewaan dari masyrakat sepakbola Indonesia. Berbicara mengenai kekecewaan terhadap lembaga otoritas tertinggi sepak bola nasional (PSSI), Arema(nia) sudah kenyang dengan hal ini. Protes tanpa mengenal takut akan tingkah laku PSSI sudah sering kita lakukan, bahkan kaos hitam bertuliskan PSSI BANGS*T dulu pernah begitu populer dikalangan Aremania. Pada waktu itu, di saat mainstream masih ragu-ragu untuk bersuara, Arema(nia) dengan gagahnya tampil mendobrak kemapanan.
Demi menyuarakan protes, Aremania tidak pernah takut sanksi PSSI, Aremania tidak pernah takut mempunyai klub sepakbola miskin. Masih ingat kompetisi Galatama tahun 1992/1993? saat itu Arema bahkan juara, Micky Tata dan Singgih Pitono nangkring sebagai top skor. Apakah saat itu Arema kaya? Berlimpah uang? Jawabannya jelas tidak. Pada saat itu Arema bahkan menggunakan bus reot warna biru putih-bus tim tamu pasti jauh lebih bagus, karena mereka diangkut oleh salah satu bus milik PO. Agung-yang terkadang mogok di tanjakan Beji (karena Gajayana direnovasi, Arema mengungsi ke stadion kecil di Kota Batu-Stadion Brantas). Masa-masa yang indah bagi saya, yang pada waktu itu hanya tahu gembiranya nonton Arema dan pulang cari tumpangan beramai-ramai (nyaris seperti Bonek).
Saat ini kondisi Arema(nia) telah jauh lebih baik, suporternya sudah tidak lagi kampungan, tidak lagi suka tawuran (asal ojok digarai, lek onok seng dodolan yo ayuk dituku rek!) dan yang membikin lebih salut lagi adalah fakta bahwa Arema(nia) telah turut merubah wajah sepakbola dan wajah suporter Indonesia menjadi suporter-suporter yang lebih baik. Apakah Arema(nia) merupakan pelopor? Tanpa bermaksud menyombongkan diri, maka saya akan menjawab “iya!”. Yel-yel dan nyanyian di stadion itu kini telah menyebar ke penjuru tanah air, koreografi di tribun -entah siapa yang menciptakan- juga telah menjadi tarian wajib suporter bola. Saat klub yang lain masih berwacana untuk menjadi klub profesional, tanpa banyak basa basi Arema telah melakukannya . Adalah sebuah fakta bahwa Arema(nia) adalah salah satu pelopor sepakbola di tanah air tercinta ini.
Aremania pun ikut berdemo "Revolusi PSSI"
Oleh karena itu, dalam konteks reformasi otoritas sepakbola nasional ini, banyak yang mempertanyakan eksistensi Arema(nia). Mengapa? Mari kita sikapi ini bukan sebagai sebuah sindiran ataupun cemohan, namun mari kita sikapi ini sebagai sebuah bukti pengakuan publik sepakbola tanah air terhadap Arema(nia), bukti bahwa jagad bola di tanah air masih melihat Arema(nia) sebagai salah satu pelopor, penggerak, dan motor sepakbola nasional. Kini, di saat mainstream telah “terbangun” dan tersadar akan borok-borok PSSI, tidak salah apabila mereka juga berharap kepada Arema(nia) untuk turut bergabung dalam momen reformasi ini.
Bukan untuk agenda dukung mendukung LSI ataupun LPI, bukan juga untuk agenda mendukung salah satu calon, tapi semata-mata demi perbaikan otoritas sepakbola nasional kita, demi menuju persepakbolaan yang lebih fair, dan lebih profesional. Saya sangat yakin, bahwa walaupun saat ini Arema disponsori oleh salah satu grup perusahaan NB, ini tidak akan bisa membungkam Arema(nia) untuk tetap bersikap kritis. Mari, Arema(nia) kita ambil peran, kita urun ikhtiar, menggunakan cara Arema(nia), menggunakan semangat Arema(nia), untuk dan demi sepakbola Indonesia!!
Tulisan ini sama sekali bukan bermaksud untuk memecah belah Arema(nia), karena memang Arema(nia) tidak akan bisa terpecah belah, Arema(nia) bukanlah institusi, Arema(nia) adalah spirit yang telah ditempa oleh pahit getir perlakuan tidak adil, kebulatan tekad yang lahir dari semangat kebersamaan tanpa batas, dewasa dari sebuah perjalanan yang panjang.
Salam Satu Jiwa
Okta Setiawan
Arema(nia) biasa, asli Blimbing, sekarang tinggal di Banda Aceh, ujung paling barat Indonesia
(Pic : ririsatria40.wordpress.com,hminews.com)
0 komentar:
Posting Komentar